Selokan

Sore tadi, langit sangat merah, amat murah
mengobati ingatan yang terkunci di rumah,
meski bumi telah disayat-sayat beling hujan
dan membuat suaramu jadi denting pening.

Air hayat ini akan mengalir ke mana?
Semestinya lubang masa depan tak hanya
ditutup dengan mulsa, sebab tanah keperakan
ini susah dibedakan liang dan geronjalnya.

Selalu saja ada yang disisakan hujan,
selain wajah letih dari pantulan genangan,
seperti: retakan dahan dan runtukan kesedihan,
meski rindu sejatinya muara banyak peristiwa
tempat sebab akibat tautkan diri pada nyawa.

Sementara suaramu merambat hingga leher,
malam menggantung matahari di tali jemuran
memisahkan keluh kesah dari kisah yang basah.

Lalu aku putuskan turun ke selokan, kulihat nasib
jadi ribuan kelokan yang tiada tertebak ujungnya.

2015

No comments:

Post a Comment