Bertahun-tahun
aku tinggal dan mengenal padang rumput ini,
membaca bahasa pepohonan dan semak hutan,
tapi yang kubaca hanya huruf-huruf kemuraman,
amarah penuh getah, belukar ketidakmengertian.
Bertahun-tahun
aku memperanakkan domba-dombaku,
menghanyutkan diri dalam kegembiraan kelahiran dan kematian
dari setiap penyembelihan, tapi darah dan dagingnya
tak
menuntaskan rasa laparku.
Bertahun-tahun
aku mempelajari pergantian siang malam,
melayarkan pengetahuanku ke lautan
bintang-bintang,
tapi yang kudapati hanya ledakan cahaya tak beraturan,
melontarkanku
dari panas yang murni,
membuat pengertianku membeku dan kota-kota membatu.
Lalu kau lahir dari telaga yang hanya dicuri-dengar
orang-orang dalam dongengan, dari rahim suci
yang menimbulkan pertikaian banyak
peradaban.
Kau mengajarkan cara tertawa dan bersedih
lebih dari yang kehidupan ajarkan kepadaku.
Kau hidup di dalam sekaligus di luar kehidupanku
tanpa
memberiku cukup waktu untuk mempelajarimu.
Akulah
murid malang itu,
yang tak bisa menghapus papan tulis dengan bersih,
yang
terakhir mengangkat tangan untuk bertanya,
yang membiarkan seluruh
ketidaktahuan membersihkanku:
menjawab keraguan dan penyangkalanku.
Jakarta, 2015
No comments:
Post a Comment